top of page
bg-indonesia-sub-page-header.png

Kebijakan dan Regulasi Smelter :KomitmenPemerintah Untuk Menarik Minat Investor.

Untuk menarik minat investor dalam pembangunan smelter, Pemerintah telah merancang berbagai kebijakan dan regulasi strategis. Dilaksanakan melalui insentif fiskal, penyederhanaan perizinan, jaminan energi, dan kemudahan kerja sama dengan BUMN serta pemerintah daerah/ Kebijakan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan nilai tambah bagi produk mineral Indonesia, tetapi juga mendorong pembangunan ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja.


Berikut adalah gambaran kebijakan regulasi smelter yang mendorong minat investor:


1. Kebijakan Larangan Ekspor Bahan Mentah


Pemerintah Indonesia telah menerapkan larangan ekspor bijih mineral mentah sebagai bagian dari upaya untuk mendorong hilirisasi. Melalui kebijakan ini, perusahaan tambang diwajibkan untuk mengolah dan memurnikan hasil tambang mereka di dalam negeri. Kebijakan ini menjadi faktor kunci yang memacu investor untuk membangun smelter di Indonesia, mengingat:


  • Larangan ekspor bijih mentah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta peraturan turunannya.

  • Kewajiban hilirisasi sebagai syarat bagi perusahaan tambang untuk melanjutkan ekspor produk bernilai tambah, seperti katoda tembaga dan feronikel.

  • Insentif bagi perusahaan yang membangun smelter berupa relaksasi perizinan ekspor produk setengah jadi sebagai bentuk dukungan transisi.


2. Insentif Fiskal dan Non-Fiskal untuk Smelter


Pemerintah juga memberikan berbagai insentif bagi perusahaan yang bersedia berinvestasi di sektor smelter, termasuk insentif pajak dan fasilitas lainnya. Beberapa bentuk insentif yang ditawarkan adalah:


  • Tax Holiday atau pembebasan pajak penghasilan bagi perusahaan yang berinvestasi dalam pembangunan smelter dengan nilai tertentu, sesuai dengan PMK Nomor 130/PMK.010/2020.

  • Pengurangan Pajak Penghasilan Badan hingga 100% selama beberapa tahun pertama operasional.

  • Pembebasan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor barang modal yang diperlukan untuk pembangunan smelter.

  • Kemudahan akses perizinan yang lebih cepat, terutama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang menawarkan berbagai keuntungan bagi perusahaan yang ingin membangun smelter di sana.


3. Pemberian Jaminan Ketersediaan Energi


Fasilitas smelter umumnya membutuhkan energi dalam jumlah besar, sehingga ketersediaan energi menjadi salah satu faktor penentu bagi investor. Pemerintah memberikan jaminan ketersediaan energi dengan bekerja sama dengan PLN dan badan usaha energi lainnya untuk menyediakan pasokan listrik atau bahan bakar yang memadai. Hal ini dilakukan untuk:


  • Menjamin pasokan listrik berkelanjutan bagi smelter yang sering berlokasi di area terpencil atau dekat dengan sumber tambang.

  • Pemberian subsidi energi atau harga listrik yang kompetitif bagi proyek smelter, terutama bagi smelter nikel yang membutuhkan daya besar.

  • Mempercepat pembangunan infrastruktur energi di kawasan yang menjadi basis pembangunan smelter, seperti Sulawesi dan Maluku.


4. Penyederhanaan Regulasi dan Percepatan Proses Perizinan


Pemerintah juga melakukan penyederhanaan peraturan terkait pembangunan smelter melalui omnibus law, yaitu UU Cipta Kerja. Undang-undang ini mempercepat proses perizinan dan mempermudah investor untuk memulai proyek smelter. Kebijakan ini mencakup:


  • Sistem perizinan berbasis risiko, di mana perusahaan smelter dengan risiko tinggi memperoleh izin yang lebih cepat, tetapi dengan pengawasan lebih ketat.

  • Perizinan satu pintu melalui OSS (Online Single Submission) yang mempercepat proses perizinan investasi dan operasional smelter.

  • Kemudahan pemanfaatan lahan dan lingkungan di sekitar lokasi tambang dan smelter untuk memastikan keberlanjutan proyek.


5. Kerja Sama dengan BUMN dan Pemerintah Daerah


Kerja sama dengan BUMN dan pemerintah daerah juga menjadi bagian dari strategi regulasi untuk menarik investasi di sektor smelter. Melalui kerja sama ini, investor dapat memperoleh dukungan lokal dan mendapatkan akses ke sumber daya mineral yang dimiliki oleh BUMN. Beberapa langkah yang dilakukan adalah:


  • Kerja sama operasi atau joint venture dengan perusahaan tambang milik negara, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

  • Kemitraan dengan pemerintah daerah untuk memastikan keberlanjutan proyek smelter melalui pengelolaan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

  • Pemanfaatan infrastruktur pemerintah seperti pelabuhan, jalan, dan fasilitas logistik untuk mendukung operasional smelter.


6. Komitmen untuk Keberlanjutan Lingkungan


Sebagai upaya untuk memenuhi standar keberlanjutan global, pemerintah juga mengatur kebijakan lingkungan bagi perusahaan smelter, yang antara lain mencakup:


  • Pengelolaan limbah dan emisi untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.

  • Kewajiban pengelolaan air dan reklamasi lahan pasca-tambang sesuai dengan peraturan pemerintah.

  • Penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam proses pemurnian mineral agar memenuhi standar internasional.

bottom of page